Inspirasi dari TPA Ibu Yuni

IMG-20151225-WA0019

tangan yang berkeriput, semoga menjadi saksi di surga kelak

Suara tilawah Al Qur’an terdengar bersahut-sahutan di teras rumah yang tidak sebegitu luas itu. Iramanya mirip dengan murattal yang biasa kudengar dari kaset atau CD-CD. Tak terlalu lancar memang, bahkan sesekali mereka berhenti untuk saling mengoreksi. Ya, sebuah ”TPA” telah berdiri di teras salah satu warga Simomulyo Baru, Surabaya.

Akan tetapi jika TPA atau Taman Pendidikan Al Qur’an yang selama ini kita kenal berisikan anak-anak usia TK hingga sekolah dasar, maka berbeda dengan ‘TPA’ yang ada di sana. Sebanyak lima hari dalam satu pekan, ibu-ibu berusia 30 hingga lebih dari separuh  baya terbata belajar Al Qur’an. Ada yang masih belajar memahami huruf dan ada juga yang telah sampai Al Qur’an.

Adalah Ibu Yuni, perempuan berusia 30-an tersebutlah yang memulai semua. Terhitung sejak 2012 ia sudah mulai berinteraksi dengan ibu-ibu rumah tangga di sana dan mulai mengajarkan Al Qur’an.

“Awalnya saya diminta tolong oleh seorang teman untuk mendirikan semacam majelis di sini, tapi saya mulai semuanya dari belajar Al Qur’an terlebih dahulu,” ujar Ibu Yuni, saat berbincang santai denganku.

Menurut Bu Yuni, tak mudah memulai sebuah majelis Al Qur’an. Berbagai ancaman sempat ia terima dari pihak-pihak yang tidak senang akan kegiatannya tersebut. Padahal ia hanya mengajarkan cara membaca Al Qur’an, tak lebih.  Ancaman tersebut tak sekali dua kali, bahkan pihak-pihak yang mengancamnya mendatangi satu-satu peserta majelis Al Qur’annya, hingga akhirnya mereka takut dan sempat hanya tinggal tiga orang saja. Ibu Yuni juga sempat merasa seperti diikuti atau dicegat ketika akan memulai mengajar.

Akan tetapi Bu Yuni tak gentar, ia tak lantas berhenti mengajar ngaji hanya karena ketidaksukaan beberapa pihak. Meski cukup risih ketika aktivitas belajar membaca Al Qur’an tersebut ditungguin, mereka tetap santai dan tak terganggu. Bahkan Bu Yuni sempat mendatangi satu-satu orang yang memang berniat belajar mengaji untuk menjaga semangat mereka.

“Masa ada sih, orang dipenjara hanya gara-gara belajar ngaji,” Bu Yuni bercerita sambil mengenang awal-awal ia mengajar.

Dari mulai pos ronda hingga balai RW pernah mereka gunakan untuk belajar mengaji di bawah tatap curiga orang-orang sekitar. Isu-isu tak menyenangkan mengenai aliran inilah, aliran itulah ia tepis dengan kekonsistenannya datang dan tetap mengajar ngaji. Hingga lama kelamaan stigma itu pun bisa terlepas dengan sendirinya.

Rumah Bu Yuni tidak dekat, butuh waktu kurang lebih 30 hingga 40 menit untuk datang ke tempat mengajar. Belum lagi anak serta suami yang harus mendapat perhatian, juga aktivitas serupa yang ternyata ia jadwalkan di tempat lain. Iya, Bu Yuni tidak hanya mengajar di Simomulyo Baru, ia memegang daerah  binaan lain juga.

Bu Yuni, hanya sepenggal dari kisah perjalananku ketika meliput suatu desa di Surabaya. Secara tidak sengaja aku bertemu dengannya, dan Allah memberikan kesempatan untuk sedikit berbincang mengenai aktivitas ibu yangmenginspirasi itu. Bahkan, aku juga tak sempat berfoto dengan Bu Yuni, karena selesai berbincang sudah jelang maghrib dan Bu Yuni harus segera kembali ke rumah. Menunaikan hak anak beserta suaminya. Hanya ada beberapa foto yang diambil oleh seorang teman tentang aktivitas belajar Al Qur’an dari ibu-ibu rumah tangga tersebut.

Hari Ibu memang kembali mengingatkan kita bahwa banyak sekali perempuan tangguh yang berhasil mengoptimalkan peran di ranahnya masing-masing. Seperti Ibu Yuni yang berkeyakinan bahwa tak ada yang bisa menghalangi niat baik seseorang untuk terus belajar, meski itu orang terdekat sekali pun.

Terbukti sekarang “TPA” Ibu Yuni masih berjalan dan bahkan semakin diminati. Ketika mulai merasa kewalahan, Ibu Yuni berinisiatif untuk memanggil seorang temannya untuk ikut mengajar.  Hingga dia bisa lebih berkonsentrasi mengajarkan Al Qur’an dan temannya mengajari Ibu-Ibu yang masih belajar huruf hijaiyah.

Dan, tentunya ibu-ibu anggota “TPA” Ibu Yuni tak kalah menginspirasi, di balik tugasnya sebagai ibu rumah tangga yang tak pernah berhenti, mereka selalu  bersemangat untuk menggali ilmu. Bahkan mereka inta waktu belajar mengaji mereka ditambah lagi. Januari nanti kabarnya mereka akan khatam untuk yang ketiga kalinya. Dan mereka selalu mengadakan syukuran ketika khatam al Qur’an.

“Di sini ada yang sudah berusia 66 tahun dan paling semangat belajar Al Qur’annya, loh! Beliau jadi inspirasi ibu-ibu lain ketika mulai terlihat malas. Sekarang mereka malah meminta materi-materi ringan sebagai pelengkap aktivitas mengaji ini,” pungkas Ibu Yuni, mengakhiri perbincangan kami.

Salah satu amal yang takkan terputus hingga saatnya kita takada lagi di dunia adalah ilmu yang bermanfaat, dan Bu Yuni telah mengambil kesempatan itu dengan gigih pantang menyerah.

Selamat harinya ibu, tak hanya di 22 Desember tapi di sepanjang waktu, di sepanjang inspirasi yang dapat terpetik dari para ibu-ibu juara.

IMG-20151225-WA0018

Ibu-ibu yang sudah sampai Al Qur’an

 

**noted: semua foto milik sirius bintang.

 

 

3 thoughts on “Inspirasi dari TPA Ibu Yuni

Leave a comment