mengenalkan pendidikan seks pada anak

satu berita yang bikin aku merinding dan mual dengan sebenar-benar adalah berita tentang kejahatan pada anak-anak. sedih, sangking sedihnya sampe kalo udah baca judulnya langsung skip aja. tapi kalo ngelewat mulu mah lama-lama jadi penasaran, baca juga, geram juga, kesel juga barie gak bisa ngapa-ngapain juga 😦

tapi setidaknya dengan kejadian-kejadian akhir-akhir ini jadi bikin mikir dan bener-bener harus mempersiapkan diri demi si kecil nanti #eaa 😛

dulu, waktu si ede baru lahir, bundanya udah wanti-wanti banget ke si Mba, neneknya dan semua orang yang ngejagain kalo ede mau pipis usahakan di kamar mandi. pokoknya jangan sekali-kali si ede ‘ditatur’ di luar kamar mandi. hmm.. tatur itu semacam, menjadwalkan bayi untuk pipis. meskipun masih bayi ataupun masih kecil, tetep harus pipis di kamar mandi dan keluar kamar mandi harus tertutup auratnya.

sekarang usia ede 3,8 tahun. pas kemaren masuk PG dan ada jadwal pipis, si ede gakmau buka celana di luar kamar mandi. pas pintu kamar mandinya ngebuka dia juga minta ditutup rapet. jadi saat anak-anak yang lain pada ngantri pipis dan ngebuka celana di luar kamar mandi, ede malah lari-larian dan tetap main-main. ede dibekeli handuk untuk ke luar kamar mandi, karena dia malu kalo gak pake handuk dan keliatan auratnya.

lain waktu, ketika kami sedang berhenti di rest area, ede bilang pengen pipis. saat itu aku sama sekali gak terpikir untuk membiarkan ede pipis di luar ato di pinggir manaa gitu, meski neneknya menyuruh pipis di depan kamar mandi, yang ada batu-batuan. ede tetep gakmau dan dia mencari toilet lain dengan diantar budhenya. kalo aku lagi pulang dan pas ede mandi atau beraktivitas di kamar mandi dia pasti teriak-teriak kalo ada orang lain masuk selain bundanya.

ya, meski kalo aku yang mandiin ya, tetep aja dia mau. hanya kalo udah dimandiin bundanya, ato aku ato siapapun dia gakmau ada orang lain lagi. malu, katanya :D.

jujur, ada rasa lega mengingat ede udah dikenalin konsep aurat sedari kecil. meski aku jadi orang yang paling sok cerewet kasih artikel tentang pendidikan anak ke bundanya yang sebenernya siy lebih tau kan ya.. :D. sok ikutan khawatir aja aku mah, padahal juga belum pengalaman apa-apa.

terkait dengan pengenalan aurat dan pendidikan seks ke anak ini, kemaren sempet tanya ke Teh Vindhy, kontributor untuk rubrik konsultasi psikologi di majalah. di artikel tersebut teh Vindhy mengatakan, “bagaimana memulai pendidikan seks pada anak?” jawabannya adalah, sederhana. Terangkum dalam satu tindakan: pengkondisian alias pembiasaan. Mulai dari keseharian dan hal-hal terdekat dengan anak.

Pembiasaan ini dimulai sejak sejak batita, bahkan bisa di bawah usia itu. Manfaatkan perkembangan anak usia 3 tahun, saat anak mulai menyadari beda antara laki-laki dan perempuan dan merupakan masa aktif bertanya. Mereka pun mulai mampu memahami tentang aturan dan ajaran mengenai mana yang baik dan yang buruk.

Beberapa hal berikut ini dapat menjadi masukan untuk memulai pendidikan seks dan pendidikan seksual pada anak :

1)      Tumbuhkan rasa malu. Pemahaman tentang emosi dan rasa malu ini dipelajari dari lingkungan terdekat, yaitu orang tuanya. Malu jika aurat kelihatan, dan malu jika melihat aurat orang lain. Biasakan sudah berpakaian di kamar mandi setelah anak dimandikan. Jangan sampai mereka keluar kamar mandi tanpa berpakaian.

2)      Ajarkan anak untuk menghormati privasi seperti mengajarkan meminta izin di 3 waktu untuk anak yang belum baligh, dan meminta izin di semua waktu untuk yang sudah baligh. Hal ini juga salah satunya untuk membiasakan menjaga kehormatan dan rasa malu. Sertakan penjelasan yang disesuaikan dengan usia anak.

3)      Kenalkan batas aurat dengan juga mengenalkan nama-nama bagian tubuh saat mandi dengan nama sebenarnya. Jelaskan pula dengan bahasa yang mudah dipahami anak.

4)      Karena anak usia 3 tahun sudah mulai menyadari perbedaan antara laki-laki dan perempuan dan memasuki usia bertanya, kadang terdapat pertanyaan terkait perbedaan ini yang dilontarkan oleh anak.  Misalnya, kenapa anak laki-laki memiliki penis, sedangkan anak perempuan tidak? Salah satunya kita dapat menjawab, Allah menciptakan laki-laki dan perempuan itu berbeda.

5)      Di usia balita pun, anak mulai bermain pura-pura. Ada yang bermain dokter-dokteran, ada yang pura-pura menjadi pengantin pria dan pengantin wanita, dan sebagainya. Hal ini akan tergantung pada input visual yang sering dilihat oleh anak. Saat itulah kita memberi tahu mana yang boleh dan mana yang tidak. Misalnya, bagian tubuh mana yang tidak boleh dipegang dan diperlihatkan pada orang lain.

6)      Memfilter tontonan. Memori seks itu awalnya dibentuk oleh stimulasi ekstrnal bukan persepsi.

7)      Lakukan pemisahan tempat tidur seperti tuntunan Rasulullah SAW.

8)      Pengajaran untuk berhati-hati pada orang asing kini tidak lagi cukup. Karena yang banyak melakukan kekerasan seksual pada anak biasanya adalah orang yang justru dikenal.

9)      Untuk anak yang akan memasuki usia pubertas, jelaskan lebih detail tentang apa yang akan berubah dari tubuhnya saat menjelang puber. Ajarkan pula bagaimana menyikapi menstruasi atau mimpi basah.

10)   Bersiaplah dengan pertanyaan anak yang mungkin tidak terduga. Berlatih menjadi orang tua yang bersedia mendengarkan, menjawab tanpa menghakimi, mengatakan tidak tahu jika kita memang tidak mengetahui informasinya, dan bereaksi sewajarnya agar anak tidak menjadi enggan untuk bertanya pada orang tuanya.

11)   Ajarkan pula pada anak mengenai hal-hal apa saja yang perlu ia lakukan ketika berada dalam situasi yang berpotensi menjadikannya korban kejahatan seksual. Misalnya berteriak, melaporkan, atau berlari.

soeta 550, 10/6/14

19 thoughts on “mengenalkan pendidikan seks pada anak

Leave a comment