cinta tak harus memiliki

Cinta tak harus memiliki..
Pepatah kuno yang terkesan klise ini mungkin membuat anda mengulum senyum. Senyum tulus penuh kearifan atau sekedar senyum ironi sebab anda pernah terpaksa mengucapkannya. Hanya saja kita perlu memaknainya kembali sebagai sebuah pepatah yang jamak untuk sebuah kisah percintaan.
Pernahkah anda membayangkan ketika ada seseorang yang mengatakan kalimat tersebut kepada anda sebab dia memilih mengalah pada “takdir� menikahi gadis lain dan meninggalkan anda yang sudah terlanjur berharap padanya, ataupun ketika anda dengan tiba-tiba harus mengatakan kalimat itu sepenuh kesadaran dengan pemikiran yang dewasa? Dua-duanya tak jauh berbeda, namun biasanya ia akan terucap sebagai representasi dari rasa yang tercerabut paksa. Ia merupakan representasi dari jiwa yang mencoba menggali sisi kearifannya sendiri meski dikatakan dengan ironi yang mengiris hati. Secara implisit kalimat itu adalah senandung dari sebuah orkestra sakit hati. Namun begitu, disana terdapat jiwa yang mencoba merangkai ikhlas, memunculkan keberanian menerima takdir sebagai hal terbaik yang diberikan Tuhan untuknya. Satu lagi, bahwa cinta adalah sebuah pengorbanan.
Lebih lanjut, kalau yang mengalami hal ini adalah sesama sahabat. Akankah rela sebuah persahabatan tergadai untuk sebuah perhelatan indah penuh berkah? Sebuah pernikahan…
Ketika mulai menulis kisah ini saya berusaha menyelami perasaan seorang sahabat yang sempat mengalami dilema atas pernikahan dua sahabatnya. Bukan apa-apa, namun ternyata kehadirannya cukup berpengaruh terhadap keadaan rumah tangga baru tersebut.
###
Adalah fey, temanku dari SMU. Kami terkenal dengan empat sekawan. Aku, Fey, Mae dan Zilan. Fey dan Zilan sudah bersahabat semenjak SMP, sedang aku dan Mae bertemu mereka ketika kami sama-sama masuk SMU. Mae dan Zilan sempat sekelas ketika kelas satu, sedang kelas dua dan tiga Zilan sekelas denganku sementara Mae sebangku sama Fey saat kelas tiga.
Begitulah, entah apa yang mempersatukan kami, yang jelas kami terlihat kompak. Terutama Fey dan Zilan. Mereka berdua lebih tampak sebagai sepasang kekasih daripada dua sahabat. Dan pulang sekolah adalah moment yang paling kami tunggu. Kami akan berkumpul di depan kelas Zilan dan Mae untuk kemudian pulang bersama. Namun hal itu hanya berlangsung saat kelas satu. Bermula dari Fey yang semangat ikutan Rohis, kemudian aku dan Mae menyusul. Hingga kami bertiga lengkap berjilbab. Hanya Zilan yang masih sama, bahkan dia belum mau putus dengan kekasihnya semenjak SMP, hingga Zilan sempat beradu mulut denganku ketika kusinggung pacaran dalam kacamata Islam. Namun begitu tidak dengan persahabatan Fey dan Zilan. Meski Fey sudah hijrah namun Zilan tak segan untuk tetap curhat kepada Fey. Fey memang akhwat yang cukup sabar dan fleksibel dalam pergaulan. Mungkin itulah yang membuat Zilan nyaman berteman dengan Fey, hingga sekarang ketika pernikahan itu telah terjadi.
…….
“Pliss Fey, crita ke aku kenapa kau tak mau lagi berhubungan dengan Zilan dan Mae.� Aku mendesak Fey yang tampak menyembunyikan beban berat. Baru kali ini aku melihatnya begitu. Biasanya dia selalu tersenyum ceria tanpa beban. Saat itu kami sedang duduk2 didepan rumahku. Fey yang belum kunjung lulus dari kuliahnya tengah menikmati libur lebaran. Dan begitulah, kami selalu mempunyai waktu untuk berdua. Saling bercerita sekaligus bernostalgia. Fey belum banyak berubah, kulitnya yang sedikit gelap tak menjadi putih meski kuliahnya di Bandung. Hanya raut kedewasaan yang semakin kental terlihat di paras manisnya berpadu dengan pakaian yang lebih menyesuaikan dengan daerah tempat ia menuntut ilmu. Ehm… cukup modis. Satu yang kusukai darinya; Fey adalah pendengar yang setia. Ia akan dengan cermat mendengar segala curhatku. Segala keluh kesah mengenai keluargaku yang berantakan. Berbeda dengan Fey, ia berasal dari keluarga yang harmonis. Bapak ibunya selalu menghargai setiap keinginan anak2nya. Anggah ungguh sebagai orang Jawapun amat dijunjung tinggi, karena itu Fey terkenal sebagai akhwat yang lembut perasaannya, meski sebenarnya ia juga cukup keras.
Fey memandangku sekilas.
“Kamu masih inget peristiwa empat tahun lalu? Waktu itu kamu bilang ada yang “menanyakanku�, ingin menjadikanku pendamping hidupnya.�
“Zilan maksudmu?� aku berusaha membuka memory enam tahun yang lalu, saat Zilan meminta pendapatku bagaimana kalau dia menikahi Fey. Saat itu aku tak begitu menganggapnya serius pun aku tak bermaksud mengabaikannya.
“Sejak bercandaan waktu itu –Fey hanya menganggap hal itu sebagai bercandaan- Zilan sering misscol aku, bahkan tengah malam. Dia juga sering memanggil dengan sapaan2 gak pantas di SMS.� Tatapan Fey menerawang. Ternyata ada yang tidak bisa kutebak disini. Aku tak menyangka aksi Zilan sebegitu jauh. Meski kutahu mereka berdua deket tapi menjadi aneh ketika Zilan sampai memanggil dengan sapaan2 khusus, bahkan SMS hanya sekedar bertanya kabar hari itu. Fey kembali bertutur dengan serius, senyumnya yang manis tampak sesekali mengulum ironi.
“Dia sering memanggilku dengan sebutan ukhti manis dan neng geulis, jujur aku kaget sekali. Tapipun aku tak bisa berbuat banyak. Awalnya kubiarkan, tapi setelah dua tiga kali kutegur juga dia. Namun misscolnya belum banyak berubah. Hal itu semakin gencar ketika tahun pernikahannya. Bahkan ketika orang tuanya meninggal aku langsung dihubungi, dan ketika kesepianpun Zilan selalu SMS ke aku Ros..�
“Dan kamu menanggapi semua SMSnya, dan kamu membalas misscolnya, dan kamu adalah orang yang pertama berempati terhadap musibah yang menimpa Zilan dan jangan bilang kamu adalah orang pertama yang dikasih tahu Zilan tentang hari pertama kerjanya?� Sedikit emosi aku menyerobot perkataan Fey, aku sudah bisa menduganya. Fey memang terlalu baik untuk Zilan. Dan aku tahu ada binar yang tak bisa disembunyikan Fey dimatanya. Sedari dulu
“Kumohon jangan memojokkan aku Ros, kamu nggak tahu betapa sulitnya posisiku saat itu… dan sekarang.� Tampak ada air bening meleleh dipipi Fey. Hal ini yang tak kusuka dari Fey, dia nggak pernah bisa tegas terhadap orang2 yang dicintainya. Termasuk dengan Zilan dan denganku. Dulu ketika Zilan masih pacaran, Fey tidak pernah melarangnya. Bahkan mendamaikan Zilan dan Rani kala berantem. Pun ketika aku mulai suka dengan seseorang, Fey malah berkata; “Aku memang kesel ketika melihat orang lain pacaran tapi aku nggak akan protes ketika sahabatku pacaran.� Dan saat itu aku hanya tertawa2 senang, sebab intensitas ngajipun belum rutin. Sama dengannya yang masih suka males-malesan datang pekanan.
Aku tak tahu masalahnya akan serumit ini. Aku hanya menanggapi persahabatan kami berempat sebagai kisah romantis yang kapan saja kami bisa bernostalgia dengannya. Aku tak bisa meraba apa yang ada didalam otak Zilan, sehingga dia dengan bebas menjajaki hati kedua sahabatku. Menurut cerita Fey, Zilan sering kali menghubunginya tanpa alasan yang jelas. Meski mereka berdua dekat, tapi aku tahu sekali Fey bukan termasuk akhwat yang permisif. Dari dulu dia terkenal idealis. Namun kali ini Fey juga tidak bisa mengendalikan perasaannya sendiri, meski masih sangat terkemas rapi.
Zilan tak pernah membeberkan rencana pernikahannya, kepadaku dan tidak juga kepada Fey, tiba-tiba saja dia mengirim SMS undangan akad nikah hanya kepada Fey dan beberapa teman kami. Sehari menjelang akad mereka. Dan yang lebih membuat kami shock adalah mempelai wanitanya. Yah, sudah dapat diduga, nama Mayla Farra tertera sebagai calon mempelai wanita untuk Zilan.
“Aku hanya Shock Ros… nggak kurang dan nggak lebih! Aku kecewa kenapa Zilan nekad berbuat seperti itu, padahal dia tahu kami berdua dekat. Kenapa dia tega memanfaatkan kedekatan kami?� Fey terisak, aku masih belum mengerti apa yang dimaksudkan oleh Fey. Tapi kubiarkan saja dia mengambil jeda, seakan-akan menghimpun kembali kekuatan untuk berbicara.
“Sebulan sebelum akad mereka Zilan sempat SMS “Fey, cepat slesein ya skripsinya, biar aku ga kelamaan nunggu” sebenarnya aku kaget. Tapi aku berusaha tenang menanggapinya. Zilan sempat menanyakan SMS balasan, tapi aku berusaha mengalikan pembicaraan. Beberapa hari kemudian, dia menanyakan nomor “tetehkuâ€?. Dan selama itu pula dia masih rajin telfon dan curhat sampai setengah jam. Hampir 2 hari sekali pasti dia telphon. Dan 2 minggu sebelum pernikahannya, dia masih sempat2nya menanyakan nomor HP “tetehkuâ€?. Aku sama sekali tak menanggapinya. Itulah sebabnya aku amat shock ketika menerima SMS akad nikah mereka. Apalagi yang SMS Zilan, bukan Mae. Aku sakit hati, kenapa Mae tidak beritikad untuk memberitahuku langsung. Bahkan aku yang kemudian menelfonnya untuk kroscek. Kau tahu betapa aku sayang sama Mae, betapa aku percaya dan sudah menganggapnya sebagai saudara? Salahkah kalau aku sakit hati Ros…â€? Air mata Fey semakin deras mengaliri pipinya.
Aku tak bisa berbuat apa-apa. Karena akupun baru mendengar cerita ini sekarang. Selama ini Fey dan Zilan hanya memendam cerita ini sendiri. Mungkin Feypun tidak akan kunjung bercerita andai tidak kudesak alasannya mengapa tak sedekat dulu dengan Mae dan Zilan. Ah, aku juga tak tahu Zilan setega itu.
“Dan kau tahu Ros… apa yang diucapkan Mae kepadaku? Katanya; Ikhlaskan kami Fey.. memangnya aku kenapa Ros sampai harus diminta keikhlasan atas pernikahan mereka? Memang aku siapanya Zilan? 3 hari sebelum akad mereka, Zilan sempat telpon aku hampir setengah jam, dan empat hari sebelumnya Zilan miscol aku jam 10 malam. Memangnya apa yang ada dalam otak Zilan sampai dia tega sekali padaku? aku cape Ros…�
Jujur aku juga nggak kebayang apa yang didalam otak Zilan sampai dia tega berbuat demikian terhadap 2 sahabatnya yang aku yakin sama2 dicintainya. Mae memang cantik, manis, smart, pinter rasanya tak ada alasan untuk ikhwan menolaknya meski dia agak cengeng dan kurang bisa tegas. Tapi sifat perfectnya membawa mimipi2nya selalu bisa digapai. Fey gadis yang baik, terlampau baik malah. Berasal dari keluarga biasa. Nggak cantik memang tapi cukup manis. Cukup matang dalam tarbiyah dan tidak diragukan aktivitasnya. Agaknya kesabarannyalah yang membuat Zilan mempertimbangkan Fey masuk dalam list calon istrinya. Fey juga bisa membawa diri dimanapun ia berada. Ia teman asyik untuk diskusi dan mencari solusi. Kesabarannya menjadi pendengar pantas kuacungi jempol. Sebab semua orang punya hasrat bicara yang besar tapi tak semua orang punya kemampuan untuk mendengarkan . dan Fey masuk dalam daftar orang langka tersebut. Aku tahu, sedari dulu Zilan sering menghubungi Fey untuk mencari solusi segala masalahnya.
“Aku mati tujuh hari Ros, butuh waktu untukku merecovery diri. Butuh waktu untukku memahami posisi baruku diantara mereka. Dan amat butuh waktu untukku menyadari; bahwa aku disakiti. Kau tahu Ros, semua orang menyalahkanku. Semua orang menyarankanku untuk pergi dari kehidupan keduanya. Tapi aku tak sanggup Ros. Aku tak sanggup kehilangan mereka. Aku amat menyayangi mereka. Sekali lagi… haruskah indah persahabatan tergadai untuk sebuah pernikahan yang tak kalah indahnya?�
“Aku bingung Ros..� Fey terisak. Jelas sekali ada nanar dimatanya. Nganga luka yang berusaha ditutupinya. Entah luka pada apa. Aku terdiam.
“Apa kau juga akan menyalahkanku Ros? Untuk sesuatu yang bahkan aku tak tahu penyeba
bnya; kenapa aku kini menjadi terdakwa. Dua minggu setelah itu aku sms Zilan. Dan dia berkata; aku masih boleh sms kamu gak ya Fey? Untuk kemudian dia msih rajin menelfonku.
“Fey, tolong jujur kepadaku. Apakah kau mencintainya? Dan itulah sebab kenapa kamu masih menanggapi segala telfon dan smsnya bukan?� Fey menghela nafas panjang. Tampak sekali ada beban yang berusaha dipendamnya.
“Apa hal itu masih penting? Tanya Fey retoris. Aku sayang padanya Ros. sejak awal kedekatan kami aku sudah menganggapnya sebagai sahabat baikku. Meski aku nggak pernah curhat kepadanya, tapi setidaknya Zilan selalu minta solusi kepadaku untuk sebagian masalahnya. Aku layaknya kakak untuknya, dan aku semakin merasa sayang saat orang tuanya tiada. Aku mulai kecewa padanya saat SMSnya mulai terasa aneh, meski sebagai wanita jujur aku tersanjung karena diperhatikan. Tapi toh aku mencoba menilainya secara objektif. Aku berusaha tetap berada dalam pagar syar’i semampuku. Kau tahu bagaimana sikapku selama ini kedia. Kumohon Ros, jangan teruskan pembicaraan ini kalau kau hanya ingin melihat dari sudut pandangmu untuk menyalahkanku.� Fey merajuk. Perlahan butiran bening menderas dari dua bola matanya. Aku terdian, nggak tega atas kisah yang dialaminya.
“Dan kau tahu Ros, ternyata Mae nggak bisa melihat kami dengan biasa. Bahkan dia mengajukan tanya; kenapa Zilan nggak nikah denganku saja? Apa dia belum puas memojokanku Ros.� Fey meradang.
“Sudahlah Fey, cukup. Tak perlu kau sesali semua. Ini adalah hadiah terindah buat mereka berdua. Biarlah ini menjadi sebuah awal yang indah dalam episode hidup mereka. Kau ikhlaskan saja.� Tiba-tiba Fey menatapku tajam.
“Ternyata kau juga nggak ada bedanya dengan mereka.� Fey berdiri dan dengan cepat pergi dari halaman rumahku. Sia-sia kupanggil-panggil namanya. Fey, kasihan akhwat itu. Dia merasa hidupnya selalu menjadi tersalah. Sebenarnya dia bukan tak menyadari rumor yang berkembang bahwa hubungan mereka bukan murni persahabatan. Tidak ada persahabatan sejati antara lawan jenis. Fey tahu persis hal itu.
*****
Fey balik tanpa kata. dan itu sudah cukup memberikan jawaban untukku; ia amat terpukul. Dia ingin marah, tapi pada siapa. kefahamannya mengenai konsep takdir tak mengizinkannya untuk berbuat demikian. Biarlah, aku tak akan mengganggunya untuk sementara. Aku percaya sepenuhnya, Fey bisa mengatasi gejolak hatinya. Semuanya akan baik-baik saja.
Lebih dari sebulan Fey tak menghubungiku. Dan kesibukan baruku sebagai tenaga medis didesa juga sedikit melenakanku dari masalah yang tengah mendera sahabat terbaikku itu. Tarbiyah dariNya memang mengejutkan, jika kita tak siap maka kita akan terlindas. Dan hikmah yang seharusnya indahpun tak akan tercerap dengan sempurna. Ya, karena hikmah hanya bisa dipetik oleh orang-orang yang siap menerimanya. Dan aku yakin Fey mampu menyelami semuanya dengan hati yang tetap tersenyum. Aku kenal dia, tak ada yang bisa merebut jalan surga untukku Ros, katanya suatu hari. Itu mengapa dia bisa menjadi pribadi yang sangat baik, apa yang dialaminya selalu dianggap sebagai jalan pintas menuju surga. Meski kali ini membutuhkan tenaga yang ekstra ternyata. Dia limbung, aku tau itu. Perasaannya terbawa, dan itu tak bisa dipungkirinya.
Bip…bip…
Tiba-tiba layar di ponselku berkedap-kedip. “Ros, aku mw tlp, kau ada wktu skrg?.” Dari Fey
“Yup, mangga ajah” sent
“Ros, akhirnya aku menyerah.” Tanpa basa basi Fey langsung berkata seusai beruluk salam. “Benteng yang kubangun lebih dari lima tahun roboh, Ros. Aku memang sayang padanya, Ros. Teramat sayang. Aku bahkan tak menyadarinya. Aku selalu abai pada indah yang menyelusup hati saat dia bertanya kabar. Tak pernah kuindahkan geletar rindu yang terkadang singgah ditepian hariku. Betapa aku mati-matian menjaga diriku dari terpaan roman picisan yang mengganggu. Dan aku selalu meminta tolong padaNya untuk menjagaku dari kisah yang belum hak kumiliki. Dan kau tau Ros, kemarin aku mengakui semua. Didepannya.”
Aku terkejut, andai Fey didepanku saat ini pasti dia akan jengah dengan ekspresi mukaku yang berkerung-kerung. Sedikit bingung menebak alur cerita selanjutnya.
“Dia mendesakku, Ros.” Fey melanjutkan ceritanya setelah mengambil jeda beberapa saat. Akupun kembali menyimak setelah membasahi kerongkonganku dengan air mineral yang ada di meja kerjaku. “Dia juga mengakuinya panjang lebar, tentang niatnya mengkhitbahku, tentang rasanya yang umurnya hampir sama dengan rasa yang kusimpan untuknya juga. Tentang ketakutannya akan penolakanku. Tentang semuamuamuanya, Ros. Aku limbung. Aku bingung, tak menyangka dia akan mengakuinya. Dengan suaranya yang bergetar, dan aku yakin matanya juga berkaca saat mengungkapkan semua. Tanpa sepengetahuan Mae tentunya dia menelfonku. “
“Katanya dia cuma ingin melakukan pelepasan, sedikit berbagi tentang rasa yang selama ini begitu menghimpit dadanya bertahun-tahun. Selama ini dia takut berterus terang kepadaku, khawatir aku marah. Dan dia akan benar-benar kehilanganku, meski hanya sebagai sahabat. Tapi kau jangan khawatir, Ros. Aku masih tetap tersenyum ko. Aku tak akan pernah membiarkan Zilan, Mae atau siapapun merebut jalan surgaku. Aku bisa menempatkan diri sebaik mungkin dihadapan mereka. Aku bilang kepada Zilan, rasaku berakhir tepat dihari mereka melangsungkan akad nikah. Dan Zilan percaya, karena akad itupun sudah berlangsung bertahun lalu.”
Persis seperti dugaanku, Fey akan baik-baik saja. Dia Cuma shock dengan pengakuan Zilan yang tiba-tiba setelah bertahun pernikahan dia dengan Mae. Entah apa maksud Zilan. Tapi yang kutahu, pelepasan memang perlu untuk beberapa kasus. Dan mereka berdua, Fey dan Zilan aku fikir cukup dewasa untuk menyikapi semuanya sebagai titah langit. Meski aku tak yakin rasa dihati mereka berdua akan enyah begitu saja.
“Aku ikhlas, Ros. Jalan itu sudah kuretas dari pertama aku menyadari ada rasa istimewa terhadap Zilan bertahun lalu.” Fey menegaskan kembali sikapnya sesaat sebelum menutup telpon yang hampir 2 jam. Aku bahkan tak pernah sekalipun memohon pada Tuhan untuk dapat memilikinya. Aku siap dengan segala kemungkinan yang terjadi. Kau mengerti kan Ros, aku hanya shock dan perlu pelepasan. Aku ingin dia menjadi jalan surga untukku, aku menyayanginya. Maka segala tentangnya harus bisa semakin mendekatkanku pada surgaNya. Terima kasih untuk telinga yang kau sediakan untukku, terimakasih untuk melihatku, melihat kami tidak sebagai pesakitan. Zilan menitipkan salamnya untukmu. Katanya dia, tak menyangka kisah cintanya mirip sinetron hehe…
Fey masih sempat bercanda diakhir pembicaraan kami. Ah, Fey atau siapapun tetaplah manusia. Yang bisa jatuh cinta dan bisa sakit karena cinta, yang masih terus berjuang meretas ikhlas untuk mengggapai surgaNya. Yang berusaha menghargai fitrah cinta itu tanpa men-judge rasa itu sebagai sesuatu yang salah. Yang terpenting adalah memaknai semua yang terjadi sebagai tarbiyahNya, sebagai jalan pintas menuju surga.
Bip..bip…
“sbg laki2 jujur aku menyesal telah melewatkannya, tapi aku cukup bahagia mengenalnya. Sebab ia yang telah meyakinkanku pada tarbiyahNya. Kini aku “ikhlas” melepasnya. Sms dari Zilan. Aku tersenyum lega.
Bdg-Jtng

22 thoughts on “cinta tak harus memiliki

  1. topenkkeren said: gak tau. wong belum dibaca. ;p

    Udah baca, gak perlu memetakan orang. tinggal ngambil ibrah aja.*terlalu naratif untuk sebuah kisah fiktif. boleh bikin yang mewek, tapi gak usah sedangdut ini -india malah-, atau sinetron malah. hehehe..

    Like

  2. topenkkeren said: gak tau. wong belum dibaca. ;p

    Jd inget akhir kisah drama kelompok teater musim semi di kampusku. kata terakhir salah satu tokohnya “kok kayak sinetron” lalu semua tokoh berhenti bergerak, layar ditutup, lampu dimatikan. *narasiin drama :))

    Like

  3. topenkkeren said: gak tau. wong belum dibaca. ;p

    *drama kehidupan -beneran-pernah baca Sakti Wibowo “Melukis Cinta” dan sejenisnya?asalnya pengen bikin crita2 setragis disonoh. terinspirasi dr sonotapi apa daya, Sakti Wibowo dilawaaan! 😀

    Like

  4. penasulung said: tandai dulu ah.. moga2 bisa kembali nanti2^^

    wow melow bgt ya tin kisahnya, tp mengatakan sebuah rasa yg pernah ada -scr serius- pd orang yg sudah menikah bukannya lebih brresiko ya. tp tetep … karya yg kerenremaja umumnya akan bilang si fae ini munafik dan jaim, tp wanita solehah akan bilang ini mjaga iman dan menanti indah pd waktunya.ya tergantung sudut pandang qt melihat.tp… beneran fiksi ta tin he he he

    Like

  5. penasulung said: tandai dulu ah.. moga2 bisa kembali nanti2^^

    Wuah love story, friendship yang super duper complicated. Cb jujur sejak awal pasti happy ending buat mereka berdua. Emang cinta tidak harus memiliki. Cos, aku pun merasakannya… Aku tau rasanya 😦 tapi kisahku tidak secomplicated itu. (-Ì©Ì©Ì©-Í¡ Ì—–Ì©Í¡Ì©Ì© )

    Like

Leave a comment